Sorong, 4 Desember 2025 Papua Barat Daya, — Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menggelar pelatihan intensif selama dua hari pada tanggal 2–3 Desember 2025, untuk memperkuat kemampuan pemerintah daerah di Papua dalam menghitung dan melaporkan emisi gas rumah kaca (GRK). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) dan tim Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi (MPV) ini dipilih digelar di Sorong karena Papua menyimpan hutan luas yang menjadi kunci upaya mitigasi perubahan iklim nasional.
Papua bukan hanya soal luas hutan. Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, mengingatkan besarnya peran wilayah ini: lebih dari 3,4 juta hektare hutan atau sekitar 88 persen dari daratan setempat. Cadangan karbon di darat dan laut—green carbon dan blue carbon—menjadikan Papua strategis bagi pencapaian target penurunan emisi Indonesia dalam Second NDC 2025. Julian memberi peringatan tegas yang mudah diingat: “Bumi tidak panas, bumi sudah mendidih! Hutan hijau, Papua kuat. Ko jaga alam, alam jaga ko.”
Data KLH/BPLH menunjukkan tantangan nyata: antara 2016 dan 2022, hilangnya tutupan hutan di Papua Barat Daya menghasilkan sekitar 5,9 juta ton CO₂-e, dengan rata-rata tahunan 500.000 Mg CO₂-e. Angka-angka ini menegaskan satu hal sederhana namun krusial—tanpa data yang akurat dari daerah, kebijakan pengendalian emisi tidak akan tepat sasaran.
Di sinilah pelatihan memainkan peran penting. Direktur Inventarisasi GRK dan MPV, Mitta Ratna Djuwita, menegaskan tujuan kegiatan: “Kami ingin daerah mampu menghitung emisi dengan benar menggunakan sistem resmi, SIGN‑SMART. Data yang tepat sangat penting supaya Indonesia bisa menunjukkan upaya pengurangan emisi secara transparan dan dapat dipercaya.” Ia juga menyoroti masalah yang masih ada: pelaporan IGRK tahunan belum optimal di beberapa provinsi, sehingga upaya peningkatan kapasitas menjadi langkah strategis untuk menutup kesenjangan antara perhitungan nasional dan subnasional.
Peserta pelatihan yang datang dari enam provinsi di Papua mendapatkan pembekalan praktis: penggunaan aplikasi SIGN‑SMART untuk perhitungan emisi, pemahaman aturan baru pemantauan dan pelaporan, tata cara memasukkan data ke Sistem Registri Nasional (SRN), serta pembaruan tentang mekanisme perdagangan karbon dan peluang ekonomi yang bisa muncul dari pengelolaan karbon yang baik. Materi disusun agar langsung bisa diterapkan oleh tim teknis daerah sehingga data yang dihasilkan lebih cepat, konsisten, dan dapat diverifikasi.
Penguatan IGRK dan MPV ini juga sejalan dengan mandat internasional dan kebijakan nasional, termasuk Perjanjian Paris dan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Nasional. KLH/BPLH menegaskan komitmen untuk memperkuat peran Pusdal LH di enam region sebagai mitra strategis, memanfaatkan perubahan nomenklatur kelembagaan untuk memperkuat sinergi pusat‑daerah. Dengan data emisi yang lebih akurat dan terverifikasi, Papua diharapkan tidak hanya memenuhi kewajiban pelaporan, tetapi juga menjadi contoh nasional dalam praktik pelaporan GRK dan kontribusi nyata terhadap target penurunan emisi Indonesia.
Akhirnya, KLH/BPLH mengingatkan bahwa menjaga lingkungan bukan tugas satu pihak. Keberhasilan pengendalian perubahan iklim membutuhkan kerja sama erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat adat, sektor swasta, dan komunitas lokal. Dengan kapasitas yang meningkat, data yang andal, dan koordinasi yang kuat, langkah-langkah nyata menuju pemulihan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan menjadi lebih mungkin dicapai.