Bogor, 7 Juli 2025 — Duka mendalam menyelimuti lereng Puncak, Bogor, setelah bencana tanah longsor merenggut tiga korban jiwa pada Sabtu malam, 5 Juli 2025. Dua orang ditemukan meninggal di bawah reruntuhan vila di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua. Sementara itu, satu santri muda Pondok Pesantren Al Barosi di Rawasedek, Megamendung, menjadi korban saat longsor melanda sebagian kompleks pesantren.
Suasana malam yang semula hening berubah menjadi kepanikan. Warga berlari menyelamatkan diri, sebagian lain menggali tanah dengan tangan kosong, berharap bisa menolong korban yang tertimbun. Hujan deras dan teriakan panik memperlihatkan betapa rentannya kawasan yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata unggulan itu.
Longsor ini bukan sekadar musibah akibat cuaca ekstrem. Hujan deras memang menjadi pemicu, namun akar persoalannya terletak pada ketimpangan antara pembangunan dan perlindungan lingkungan. Lereng-lereng yang dahulu hijau kini dipenuhi bangunan vila dan penginapan, banyak di antaranya berdiri tanpa izin lingkungan dan tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang.
Dalam suasana duka, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, turun langsung ke lokasi terdampak. Ia menyusuri jalur longsor, meninjau reruntuhan bangunan, dan berbincang dengan warga serta petugas penyelamat.
“Saya menyampaikan duka mendalam atas kehilangan tiga warga kita dalam musibah ini. Ini bukan sekadar bencana biasa, ini adalah peringatan keras bahwa kita sudah terlalu lama mengabaikan keseimbangan alam,” ujar Menteri Hanif.
Menteri Hanif menegaskan, pemerintah akan mengambil tindakan hukum terhadap pemilik bangunan yang terbukti melanggar tata ruang dan tidak memiliki persetujuan lingkungan.
Lebih dari itu, Menteri Hanif mendorong evaluasi menyeluruh terhadap penataan kawasan Puncak. Ia meminta seluruh pemerintah daerah dari tingkat provinsi hingga desa untuk kembali menyelaraskan rencana pembangunan dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)yang telah disusun.
“Kita harus berhenti membangun tanpa arah dan tanpa pertimbangan ekologis. Keselamatan warga tidak boleh dikorbankan demi keuntungan jangka pendek,” tambah Menteri Hanif.
Sebagai langkah konkret, KLH/BPLH akan mengirimkan tim ahli untuk meneliti kondisi tanah dan geologi di kawasan tersebut, guna mencegah bencana serupa ke depan. Pemerintah juga akan mempercepat program rehabilitasi lereng melalui penanaman vegetasi pengikat tanah, serta melibatkan masyarakat dalam kegiatan penghijauan dan edukasi mitigasi bencana.
Tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa mengabaikan kelestarian lingkungan sama dengan mempertaruhkan nyawa. Dan kali ini, harga yang harus dibayar sungguh terlalu mahal.