Nomor: SR.165/HUMAS/KLH-BPLH/7/2025
Palembang, 29 Juli 2025 — Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengambil peran sentral dalam mengorkestrasi seluruh kekuatan nasional untuk memperkuat kesiapsiagaan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Sumatera Selatan. Melalui kepemimpinannya dalam Apel Kesiapsiagaan dan Rapat Koordinasi Penanggulangan Karhutla Tahun 2025 di Palembang. Menteri Hanif memastikan bahwa pengendalian karhutla bukan hanya urusan teknis, tetapi misi kolektif menjaga keselamatan ekosistem, kesehatan masyarakat, dan reputasi Indonesia di mata dunia.
Sebagai Pembina Apel, Menteri Hanif menegaskan pentingnya keterpaduan dan sinergi antarpihak. Ia mengingatkan bahwa pengendalian karhutla bukan hanya untuk menghindari kabut asap lokal, tetapi juga bagian integral dari strategi nasional dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dan komitmen perubahan iklim.
“Keterpaduan, sinergi, dan aksi kolektif dari semua pemangku kepentingan, termasuk pihak swasta dan masyarakat, merupakan kunci keberhasilan pengendalian karhutla,” ujar Menteri Hanif.
Indonesia memiliki sejarah panjang bencana karhutla dengan dampak lintas sektor dan lintas negara, mulai dari 1981 hingga 2023. Oleh karena itu, sejak awal tahun 2025, Menteri Hanif menggerakkan langkah antisipatif bersama BMKG, BNPB, TNI/Polri, dan pemerintah daerah. Prediksi puncak musim kemarau oleh BMKG yang akan terjadi antara Juni hingga Agustus 2025, sehingga harus memfokuskan perhatian di wilayah rawan, terutama Sumatera Selatan, yang menjadi salah satu episentrum titik api nasional.
Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Karhutla, Menteri Hanif menggarisbawahi bahwa pengendalian karhutla harus menyentuh tiga fondasi utama: pencegahan aktif, deteksi dini berbasis teknologi, dan penegakan hukum tegas terhadap pelaku pembakaran. Ia secara khusus mendorong penggunaan sistem Fire Danger Rating System (FDRS) dari BMKG sebagai alat bantu utama untuk proyeksi risiko kebakaran secara real-time.
“Harapan kami, FDRS ini bisa menjadi basis kesiapsiagaan kita dalam penanggulangan karhutla di Sumatera Selatan, dan semoga melalui teknologi ini kita bisa lebih cepat mengantisipasi ancaman kebakaran yang makin dinamis,” tegas Menteri Hanif.
Menteri Hanif menekankan pentingnya pendekatan sains dan teknologi dalam setiap lapisan aksi. Pemanfaatan satelit, drone suhu tinggi, dan dashboard pemantauan titik api menjadi kewajiban di lapangan, bukan lagi pilihan. Ia juga menyoroti efektivitas Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang telah dilakukan tujuh kali di Sumatera Selatan, dan terbukti mampu memperpanjang curah hujan serta mengurangi jumlah hotspot. Namun, OMC bukan solusi tunggal dan harus dirancang secara cermat mengingat tingginya biaya operasional.
Dalam arahannya, Menteri Hanif mengungkapkan bahwa sebagian besar karhutla tahun ini justru terjadi di luar kawasan hutan dan bukan di lahan gambut. Meski Provinsi Sumatera Selatan memiliki sekitar 2,1 juta hektare lahan gambut—23 persen dari total luas wilayah—data KLH/BPLH menunjukkan bahwa lokasi kebakaran banyak terjadi di lahan mineral. Menteri Hanif menjelaskan bahwa lahan gambut dengan muka air stabil pada ambang 40 cm tidak mudah terbakar secara alami. Maka jika kebakaran tetap terjadi, penyebab utamanya hampir pasti adalah aktivitas manusia. Hal ini menjadi dasar penting dalam memperkuat langkah penegakan hukum.
“Berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2019, telah diinstruksikan untuk mengaktifkan segala bentuk penegakan hukum kepada pelaku yang melakukan pembakaran hutan dan lahan. Kami juga meminta semua lapisan masyarakat untuk terus berupaya melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan,” tegas Menteri Hanif.
Menteri Hanif juga menambahkan bahwa langkah hukum bukan hanya bersifat reaktif, tetapi sinyal tegas bahwa negara hadir melindungi hak hidup masyarakat dari ancaman bencana ekologis.
Data BPBD Sumatera Selatan menunjukkan bahwa hingga 23 Juli 2025, terdapat 1.104 titik panas dan 64 kejadian karhutla dengan total lahan terdampak sekitar 43 hektare. Secara nasional, dari Januari hingga Mei 2025, tercatat 983 kejadian karhutla dengan total luas 5.485 hektare. Namun, seluruh titik api aktif di Sumatera Selatan telah berhasil dipadamkan melalui kerja kolaboratif tim Satgas Karhutla, TNI, Polri, BPBD, dan masyarakat.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh tim yang telah berhasil memadamkan seluruh hotspot aktif kemarin,” ucap Menteri Hanif penuh apresiasi.
Usai apel, Menteri Hanif meninjau langsung stan peralatan dari berbagai instansi yang menampilkan kesiapan teknologi penanggulangan karhutla, mulai dari kendaraan pemadam, drone pemantau titik panas, hingga peralatan penyemprotan. Menteri Hanif memastikan seluruh sistem dan tim dalam kondisi siaga penuh.
Rangkaian kegiatan ini menghasilkan sejumlah komitmen nyata: memperkuat patroli terpadu di wilayah rawan, mengoptimalkan kanal blocking untuk menjaga kelembapan lahan gambut, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia lokal, serta mengembangkan program pencegahan berbasis desa. Menteri Hanif secara lugas menekankan bahwa Sumatera Selatan tidak boleh berjalan sendiri, karena keberhasilan pengendalian karhutla di provinsi ini akan menjadi indikator keberhasilan Indonesia dalam menjaga lingkungan hidup secara menyeluruh.
Dengan mengorkestrasi seluruh potensi, Menteri Hanif menutup rangkaian kegiatan dengan semangat kuat bahwa keberhasilan pengendalian karhutla di Sumatera Selatan akan menjadi model nasional.
“Dengan teknologi, sinergi lintas sektor, dan komitmen hukum yang kuat, kita mampu menekan karhutla secara signifikan dan menjaga langit Sumsel tetap biru,” pungkas Menteri Hanif.
Penanggung Jawab:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Yulia Suryanti,
Telepon | : +62 811-9434-142 |
Website | : kemenlh.go.id |
: humas@kemenlh.go.id | |
: kemenlh_bplh | |
Youtube | : KLH-BPLH |
TikTok | : Kemenlh_BPLH |
X | : KemenLH_BPLH |