Indramayu, 13 Juni 2025 — Langit biru yang bersih, tanpa kabut asap atau bau knalpot, bukanlah sekadar kenangan masa kecil atau mimpi idealis. Itu adalah hak setiap warga negara, dan kini sedang diperjuangkan secara nyata oleh Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq. Dalam kunjungan kerjanya ke Jawa Barat, Menteri Hanif meninjau langsung tiga titik strategis: Kilang Pertamina Balongan di Indramayu, Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Indramayu, dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kopi Luhur di Cirebon.
Kilang Balongan menjadi titik awal perjalanan. Di sana, Menteri Hanif meninjau kesiapan produksi bahan bakar minyak rendah sulfur setara Euro IV. Jenis bahan bakar yang lebih ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih rendah (kandungan sulfur kurang dari 50 ppm), terutama dari kendaraan bermotor—yang selama ini menjadi salah satu penyumbang utama polusi udara di kawasan perkotaan.
Tidak hanya meninjau, Menteri Hanif juga telah mengirim surat resmi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, serta Direktur Utama PT Pertamina. Targetnya jelas: sebelum akhir tahun, distribusi nasional bahan bakar rendah sulfur harus mencapai minimal 24% untuk bensin dan 10% untuk solar. Menurut Menteri LH, efisiensi tidak boleh mengorbankan kesehatan masyarakat, dan langkah konkret perlu segera dilakukan.
Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Taman Kehati Indramayu. Kawasan konservasi seluas hampir empat hektare ini merupakan replika ekosistem rawa Pantura yang kaya akan keanekaragaman hayati. Di lokasi ini, Menteri Hanif turut menanam pohon mahoni, jenis pohon yang dikenal efektif menyerap polusi dan menghasilkan oksigen dalam jumlah tinggi. Menteri Hanif, juga menyempatkan bermain dengan rusa jawa dan memberikan nama kepada anak rusa yang baru lahir dengan nama “Lucky” nama depan Bupati Indramayu dengan sebelumya meminta izin.
“Ruang hijau bukan hanya penghias kota, melainkan solusi nyata untuk mengurangi dampak polusi udara dan menjaga keseimbangan lingkungan,” jelas Menteri Hanif.
Namun, tidak semua lokasi memberikan gambaran positif. Di TPA Kopi Luhur, Cirebon, Menteri KLH menemukan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sistem pembuangan terbuka atau open dumping masih digunakan, sementara instalasi pengolahan air lindi dalam keadaan rusak. Hal ini menyebabkan emisi gas metana yang tinggi serta pencemaran udara lokal.
Di lokasi ini seluruh peserta dengan mudah mencium bau sampah yang menyengat dan gundukan sampah sangat merusak keindahan. Nama TPA ini tidak mencerminkan keindahan namanya “Kopi Luhur” yang seharusnya dapat dimaknai dengan tempat minum kopi di atas bukit.
Menteri Hanif mengingatkan pengelola bahwa TPA Kopi Luhur telah mendapatkan sanksi administratif, dengan batas waktu enam bulan untuk melakukan perbaikan dan penutupan area yang tidak memenuhi standar.
“Jika tidak ada tindakan nyata dalam waktu tersebut, sanksi pidana akan diberlakukan. Pemerintah daerah juga diperintahkan untuk segera melakukan capping atau penutupan lahan terbuka dan beralih ke sistem sanitary landfill,” pungkas Menteri Hanif.
Selain itu, beliau menekankan pentingnya penerapan prinsip 3R—reduce, reuse, recycle—di tingkat masyarakat.
Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, turut hadir dan menyatakan bahwa pengelolaan sampah tidak bisa bergantung sepenuhnya pada TPA. Menurutnya, pengendalian harus dimulai dari sumbernya, yakni dari rumah tangga. Biaya penanganan sampah akan jauh lebih tinggi jika tidak ada pemilahan sejak awal.
Apa yang dilakukan oleh Menteri Hanif menunjukkan bahwa penanganan polusi dan sampah tidak bisa dilakukan secara terpisah. Semua saling terhubung: dari energi bersih, pelestarian ruang hijau, hingga pengelolaan limbah. Upaya tersebut memerlukan keterlibatan semua pihak—baik pemerintah, sektor industri, maupun masyarakat. Setiap tindakan kecil dari rumah, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai atau memilih bahan bakar ramah lingkungan, akan membawa dampak besar bagi masa depan bumi kita.
Langit biru bukan sekadar cita-cita. Ia adalah hak generasi kini dan nanti. Menteri KLH telah memulainya. Kini saatnya kita ikut bergerak.