Logo

Dari Abu yang Kelam Jadi Solusi: KLH/BPLH Dukung Inovasi Abu Batubara untuk Pemulihan Sungai dan Konstruksi Ramah Lingkungan

23 Juni 2025

Jakarta, 23 Juni 2025 — Siapa sangka, abu sisa pembakaran batubara yang selama ini dipandang sebagai limbah berbahaya justru menyimpan potensi besar sebagai solusi lingkungan. Melalui inovasi Granulated Coal Ash (GCA), PLN Group mengubah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) menjadi material multifungsi yang mampu menjernihkan sungai tercemar sekaligus menggantikan bahan tambang dalam industri konstruksi.

Inovasi ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH). GCA dikembangkan bersama Japan Coal Frontier Organization (JCOAL) melalui proses granulasi yang sederhana, menggunakan sedikit semen dan air, tanpa perlu pembakaran ulang. Hasilnya adalah butiran padat yang ramah lingkungan dan efektif menyerap polutan organik serta mengurangi bau tak sedap di perairan.

Uji coba penerapan GCA di Sungai Ciliwung, yang dikenal sebagai salah satu sungai paling tercemar di Jakarta, menunjukkan hasil signifikan. Parameter kualitas air seperti Biochemical Oxygen Demand (BOD)—ukuran jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam air secara biologisdan Chemical Oxygen Demand (COD)—ukuran semua zat organik dalam air, baik yang dapat terurai secara biologis maupun yang tidak menurun, sementara kadar oksigen terlarut (DO) meningkat. Aroma menyengat yang selama ini menjadi keluhan masyarakat juga berkurang drastis.

Tak hanya untuk sungai, GCA terbukti bisa menjadi bahan substitusi agregat kasar dalam konstruksi jalan, beton, dan bangunan ramah lingkungan. Artinya, teknologi ini bukan hanya menjawab tantangan pencemaran air, tetapi juga membantu mengurangi eksploitasi pasir dan batu kerikil yang semakin langka akibat penambangan berlebihan.

Dengan timbulan FABA dari PLTU mencapai lebih dari 5,5 juta ton per tahun, potensi pemanfaatan teknologi GCA sangat besar. KLH/BPLH mencatat bahwa sekitar 75% dari limbah tersebut bisa dimanfaatkan kembali, dan GCA menjadi salah satu cara paling menjanjikan untuk menekan akumulasi limbah yang selama ini tersimpan di tempat penampungan sementara.

Setelah keberhasilan di Ciliwung, target implementasi selanjutnya adalah daerah-daerah aliran sungai yang menghadapi pencemaran organik tinggi, seperti Sungai Cileles di Kabupaten Lebak, serta wilayah padat penduduk di DKI Jakarta. KLH/BPLH mendorong adopsi cepat teknologi ini oleh pemerintah daerah, pelaku industri, dan komunitas, karena manfaatnya tidak hanya dirasakan lingkungan, tetapi juga secara ekonomi.

Selain GCA, inovasi pemanfaatan FABA juga diwujudkan oleh PT Surya Jaya Agung (SJA) melalui produk Reclea Brick—bata tanpa pembakaran yang dibuat dari limbah batubara. Produk ini tidak menghasilkan emisi karbon, lebih kuat dari bata konvensional, dan telah mendapat sertifikasi Green Label dari KLH/BPLH selama tiga tahun berturut-turut. Bahkan, Reclea Brick masuk dalam Top 10 Brand Nasional dan digunakan secara luas dalam proyek-proyek pembangunan berkelanjutan.

Keberhasilan pemanfaatan limbah B3 dan non B3 ini membuktikan bahwa pengelolaan limbah bukan lagi sekadar kewajiban hukum, tetapi peluang untuk menciptakan nilai tambah, efisiensi, dan kontribusi nyata terhadap keberlanjutan. KLH/BPLH menegaskan pentingnya kerja sama lintas sektor untuk mendorong transisi menuju pembangunan rendah karbon dan berbasis sumber daya terbarukan.

“Kami mendukung penuh sinergi lintas sektor yang mampu mendorong transisi menuju pembangunan rendah karbon dan berbasis sumber daya terbarukan. Lingkungan yang bersih bukan hanya tanggung jawab bersama, tetapi investasi untuk generasi masa depan,” ujar Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 KLH/BPLH, Achmad Gunawan Widjaksono.

Dalam momentum Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, KLH/BPLH mengajak seluruh pemangku kepentingan—pemerintah daerah, dunia usaha, industri, akademisi, hingga masyarakat—untuk mengubah cara pandang terhadap limbah. Tidak lagi sebagai masalah, tetapi sebagai sumber daya yang mampu melahirkan solusi.

Dari abu yang kelam, masa depan yang hijau bisa tumbuh.

Galeri Foto

Additional image
Additional image
Additional image
Additional image