Jakarta, 6 November 2025 — Upaya memperketat pengendalian pencemaran air di Indonesia memasuki babak baru. Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) resmi menerbitkan dua regulasi penting yang mengatur penerapan baku mutu air limbah dan standar teknologi pengolahannya di berbagai sektor. Melalui forum sosialisasi yang digelar pekan ini, pemerintah menegaskan komitmennya mendorong pelaku usaha agar semakin adaptif terhadap perkembangan teknologi dan memastikan setiap proses pengolahan air limbah berjalan sesuai prinsip ilmiah serta keberlanjutan lingkungan.
Dua regulasi tersebut adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Nomor 11 Tahun 2025 tentang Baku Mutu dan Standar Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik (Permen 11/2025) serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Nomor 12 Tahun 2025 tentang Baku Mutu Air Limbah untuk Usaha atau Kegiatan Tekstil (Permen 12/2025). Keduanya menjadi langkah lanjutan dari amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberi kewenangan kepada Menteri LH/Kepala BPLH untuk menetapkan baku mutu dan standar pengolahan limbah cair.
“Keluarnya peraturan ini sebenarnya untuk membagi volume air limbah domestik supaya ada pembedaan yang lebih adil antara yang besar dan yang kecil, karena tentu berbeda dari sisi dampak lingkungan maupun pengelolaan teknisnya,” jelas Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air KLH/BPLH, Tulus Laksono.
Regulasi baru ini disusun dengan pendekatan yang lebih realistis dan implementatif. Ketentuan dalam Permen 11/2025 memungkinkan penetapan baku mutu berdasarkan volume dan karakteristik spesifik air limbah, sehingga industri kecil dan besar dapat memiliki perlakuan yang lebih proporsional.
Melalui aturan ini, pelaku usaha diberi keleluasaan memilih teknologi pengolahan yang telah distandardisasi atau melakukan verifikasi teknologi baru sesuai kebutuhan. Jika menggunakan teknologi tambahan di luar lampiran regulasi, penanggung jawab wajib menyusun standar teknis sebagai dokumen pendukung. Pendekatan fleksibel ini diharapkan dapat mempercepat adopsi inovasi dalam sistem pengolahan air limbah, tanpa mengabaikan pengawasan dan parameter ilmiah yang telah ditetapkan.
Sementara itu, Permen 12/2025 memberi perhatian khusus pada industri tekstil—salah satu sektor dengan potensi limbah tinggi. Aturan baru ini menetapkan batasan teknis yang lebih rinci, baik untuk unit pengolahan terpisah maupun terintegrasi, melalui perhitungan debit tertinggi dan kadar gabungan maksimum sebelum dilepaskan ke media lingkungan. Menurut Pengendali Dampak Lingkungan Hidup Ahli Muda KLH/BPLH, Safrudin, penyempurnaan parameter dilakukan setelah evaluasi menyeluruh terhadap penerapan aturan sebelumnya.
“Selama lima tahun terakhir kami menemukan ada parameter yang sulit diterapkan di wilayah dengan suhu rendah, seperti Bandung. Atas dasar itu, kami melakukan penyesuaian sesuai masukan dari Asosiasi Tekstil Indonesia,” ujar Safrudin.
Pemerintah memberikan masa transisi selama dua tahun bagi pelaku usaha yang telah memiliki persetujuan lingkungan atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Masa ini dimaksudkan untuk memberikan ruang adaptasi teknologi tanpa mengganggu operasional usaha. Dengan begitu, proses transisi menuju standar baru dapat berjalan lebih mulus sekaligus memperkuat kepastian hukum dalam penerapan regulasi lingkungan.
Harmonisasi dua peraturan ini menjadi tonggak penting dalam upaya konsistensi tata kelola air limbah nasional. Selain memperjelas batas teknis dan tanggung jawab pengelolaan, aturan ini juga membuka peluang percepatan perizinan usaha, karena memberikan panduan yang lebih jelas bagi dunia industri. Pemerintah menegaskan, pembaruan regulasi ini bukan semata-mata untuk memperbanyak dokumen administratif, tetapi untuk memastikan efektivitas pengendalian di lapangan—bahwa setiap tetes air limbah yang keluar dari proses industri benar-benar telah melalui pengolahan sesuai baku mutu.
Melalui penerapan standar teknologi terkini dan pengawasan yang lebih kuat, KLH/BPLH berharap sistem pengelolaan air limbah di Indonesia dapat berjalan lebih adaptif, akuntabel, dan berkontribusi nyata terhadap pembangunan berkelanjutan. “Kita tidak hanya bicara soal izin, tapi efektivitas di lapangan. Air limbah harus diolah sesuai standar agar tidak mencemari sumber daya air,” tegas Tulus Laksono.
Dengan regulasi baru ini, pemerintah ingin memastikan bahwa pertumbuhan industri di Indonesia dapat sejalan dengan perlindungan lingkungan. Transformasi menuju industri hijau kini bukan lagi pilihan, melainkan keharusan—dan dua regulasi terbaru ini menjadi fondasi penting menuju masa depan yang lebih bersih, efisien, dan berdaya saing tinggi.